Akhir akhir ini muncul pertanyaan besar Mengapa Banyak Startup Berguguran ? Suatu kondisi yang cukup mengejutkan di dunia usaha.
Hari ini startup lagi jadi sorotan, nilai valuasinya anjlok. Zenius, link aja, TaniHub dan jd.id hampir dalam waktu bersamaan melakukan PHK.
Hary Tanoe sebagai pemilik MNC Group menyebut ini sebagai akhir dari masa emas startup, bener gak sih ? apa sih sebenarnya yang tengah terjadi dan bagaimana nasib startup Indonesia di masa depan ?
yuk kita cari tahu di artikel Mengapa Banyak Startup Berguguran yang singkat ini…..
Kita akan mulai dengan mendudukkan situasi startup hari ini pada tempatnya, lalu menelusuri kisah yang menjadikan sebuah start-up kecil bisa dapat valuasi pasar yang gila-gilaan kemudian menukik untuk mengulas faktor-faktor yang mendorong startup berada pada tepi jurang kehancuran.
Setelah itu kita kaji Apa yang perlu dilakukan oleh startup untuk selamat dari prahara yang Menghadang, di akhir kita akan intip Bagaimana sih nasib startup kedepannya
Perlu kita semua sadari bahwa kondisi penurunan ini tidak hanya terjadi pada startup ya….. tapi juga pada hampir semua perusahaan teknologi besar yang ada di dunia.
Nilai komposit Nasdaq untuk perusahaan teknologi tinggi menunjukkan penurunan terbesar pada April 2022 dengan kinerja terburuk bulanan sejak krisis keuangan 2008. Aksi jual saham perusahaan teknologi yang meluas telah menghapus triliunan dollar dalam nilai pasar hanya dalam tiga hari.
Perusahaan Perusahaan yang disebutkan barusan bukan lagi sebuah startup loh ya, mereka sudah jadi korporasi besar. Penurunan kinerja yang dramatik yang terjadi pada mereka memberikan indikasi bahwa ada sesuatu yang terjadi di pasar secara fundamental dan masif.
Dan apapun itu jelas-jelas memukul kuat para startup yang masih mencari jalan menuju profitabilitas. Nah untuk memahami Bagaimana startup bisa sampai pada kondisinya saat ini kita perlu melihat kebelakang menelusuri faktor-faktor kunci yang membuat mereka bisa jadi besar seperti sekarang.
Startup adalah perusahaan Rintisan yang hampir selalu diidentikkan dengan produk atau layanan digital sejak awal mula lahirnya internet, startup digital selalu menjadi incaran para investor, bahkan setelah kasus internet Bubble Pecah di tahun 2005.
Investor masih terus mengucurkan dana pada startup – startup baru yang bermunculan. nilai valuasi dari para startup ini terus bergerak naik secara eksponensial.
Menurut data CB Insight diakhir tahun  2021 kemarin sudah anda lebih dari 1000 Unicorn di seluruh dunia yaitu perusahaan startup yang nilai valuasi pasarnya mencapai lebih dari satu miliar US Dollar.
Apa yang membuat startup ini bisa tumbuh secara eksponensial dalam waktu yang sangat singkat ? para startup ini berada dalam kondisi pasar dimana pemenang akan menguasai semuanya atau “Winner Takes All”.
Nah dipasar saat ini para pemain berjuang untuk menguasai ceruk pasar mereka. Seiring waktu dengan sedikit pengecualian sejumlah kecil perusahaan, akhirnya mendominasi industri.
Mereka mampu menguasai sebagian besar pasar dan menyisakan sedikit sekali untuk pemain lainnya.
Nah untuk bisa menguasai pasar maka sebuah startup harus bisa bertumbuh dengan sangat-sangat cepat ini yang melahirkan strategi “grows at all cost” dimana startup mengejar pertumbuhan dengan segala cara.
Mereka pun mengambil jalur pertumbuhan yang tidak organik, mereka membeli pelanggan dengan diskon, subsidi dan bonus yang fantastis.
Mereka juga mengakuisisi perusahaan perusahaan lain yang kerapkali adalah pesaing mereka, agar bisa memiliki teknologi baru tanpa harus mengembangkannya, agar bisa masuk pasar yang lebih luas tanpa harus memulai dari awal dan juga disaat yang sama meredam persaingan dan perlawanan dari pesaing potensial mereka.
Pertanyaannya adalah dari mana startup – startup itu mendapatkan dana untuk melakukan semua itu, jawabannya adalah dari para Venture Capital yaitu badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan Rintisan.
Suku bunga acuan yang rendah mendorong para investor untuk menyalurkan dananya ke berbagai startup dengan harapan timbal balik yang lebih menjanjikan.
Pada tahun 2019, pendanaan dari investor mencapai 143 milyar US Dollar dari yang semula hanya 26,9 milyar US Dollar. Sayangnya tidak semua investor memiliki Horizon (Wawasan dan Visi) jangka panjang.
Sebagian Venture Capital mencari keuntungan yang cepat, mreka ingin menguangkan investasinya dalam putaran investasi berikutnya dengan margin keuntungan yang tinggi…. jadi ya mereka nggak peduli Apakah startup yang mereka Investasikan itu menguntungkan atau tidak, selama valuasi pasar dari startup tersebut naik secara eksponensial.
Nah saat itulah para investor menjual sahamnya, Itulah sebabnya mereka memaksa para startup untuk bertumbuh gila-gilaan dengan cara apapun, karena dengan begitu mereka bisa membuat proyeksi pendapatan yang juga gila-gilaan dengan Story yang juga gila-gilaan.
Tujuannya ya….mendongkrak nilai pasar atau market Valuation setinggi-tingginya.
Lalu datanglah Covid-19 yang meng-akselerasi pertumbuhan gila-gilaan itu. Selama Pandemi, semua produk atau Layanan digital dicari dan dibutuhkan semua orang. apalagi juga bisa digunakan secara remote atau di rumah seperti:
Dalam dua tahun terakhir di 2020 dan 2021 nilai investasi Venture Capital pada perusahaan – perusahaan seperti mereka tumbuh dua kali lipat, memberikan mereka nilai valuasi pasar tertinggi sepanjang masa.
Selama pandemi proses produksi terhambat dikarenakan adanya Lockdown di hampir semua negara, pandemi ini juga mengganggu arus rantai pasok mengakibatkan langkanya bahan baku, akibatnya jumlah barang yang diproduksi jadi sangat terbatas.
Nah ketika pandemi sudah terkendali dan pemerintah mulai melonggarkan aturan pembatasan, disaat yang sama pemerintah juga menggelontorkan bantuan tunai untuk meningkatkan daya beli masyarakat, maka permintaan terhadap barang dan jasa otomatis meningkat.
Sayangnya jumlah barang yang tersedia masih terbatas, permintaan tinggi pasokan rendah , harga-harga pun melonjak naik.
Kondisi itu diperparah dengan situasi perang Rusia vs Ukraina, produksi dan distribusi minyak dan gas alam terhambat, harga bahan bakar pun melonjak naik mengakibatkan peningkatan harga yang lebih tinggi lagi di hampir semua jenis produk.
Di Amerika Inflasi mencapai 8,5 persen tertinggi selama 40 tahun terakhir. Nah untuk meredam kenaikan harga itu, pemerintah Amerika Serikat menaikkan suku bunga acuan secara signifikan yang tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah uang yang beredar serta mengurangi keinginan masyarakat untuk belanja.
Harapannya hal itu akan menurunkan tingkat permintaan atas barang dan jasa yang kemudian berujung pada turunnya harga-harga. Sayangnya kenaikan suku bunga acuan itu berakibat pada naiknya biaya dana atau cost of fund.
Para investor tidak bisa lagi mendapatkan dana murah untuk disalurkan ke perusahaan perusahaan Startup, karenanya Para investor jadi lebih konservatif dalam menempatkan dana investasinya mereka juga jadi lebih milih milih karena biaya dananya …..kan mahal
Jumlah Pendanaan untuk startup di kuartal satu di tahun 2022 ini turun 19 persen dibandingkan Kuartal sebelumnya. Para Startup yang mengandalkan suntikan dana dari investor untuk membiayai pertumbuhannya tiba-tiba mengalami kesulitan untuk fund raising di putaran berikutnya.
Selain itu ketika dunia mulai bertransisi dari pandemi menuju endemi, masyarakat pun mengalami ephoria, orang orang ingin menghabiskan waktu di luar rumah dan kembali melakukan kebiasaan-kebiasaan mereka sebelum pandemi.
Disaat yang sama, inflasi tinggi membuat masyarakat lebih berhati-hati dalam membelanjakan uangnya, akibatnya perusahaan perusahaan digital yang selama pandemi mudah sekali mendapatkan pelanggan tiba-tiba harus mengeluarkan biaya ekstra untuk mendapatkan pelanggan baru.
Proyeksi “customer lifetime value” merekapun terkoreksi.
Emily Bowershock Hill – chief Executive Bowershock Capital Partner mengatakan bahwa pasca pandemi ini, kebiasaan belanja konsumen pun bergeser dari digital dan online ke pengalaman offline.
Situasi itu diperparah dengan biaya-biaya tinggi yang sudah terlanjur dimiliki oleh perusahaan. Startup yang dipaksa tumbuh dengan segala cara, telah mengeluarkan jutaan dolar untuk:
Ingat ya,…..
Ketika sebuah perusahaan mengakuisisi perusahaan lain maka ia bukan hanya mengakuisisi bisnisnya aja lho, tapi juga semua pengeluaran dan hutang-hutangnya.
Nah kalau bisnis yang diakuisisi itu untung …..ya Nggak masalah, karena pengeluaran bisa tertutupi oleh Pemasukan. Tapi klo kalau masih rugi…. gimana dong ? (Pusing deh pala bebi)
Langkanya dana investasi, perubahan perilaku pelanggan dan tingginya biaya operasional usaha inilah yang menempatkan perusahaan Startup dalam kondisi yang sangat sulit.
Proyeksi kinerja dan pertumbuhan para Startup dimasa datang terlihat kelam. Daya tarik para Startup meredup, nilai valuasi pasar mereka anjlok. Dalam kondisi pasar seperti itu terlihat mana Startup yang secara fundamental memang baik dan Startup mana yang hanya polesan.
Warren Buffet pernah berkata………..
Hanya ketika air pasang sudah surut kita bisa melihat Siapa yang berenang telanjang.
Warren Buffet
Pada bulan Mei 2022, SEQUOIA CAPITAL sebuah perusahaan Venture Capital yang berpusat di California Amerika Serikat menerbitkan dokumen berjudul “Adapting to Endure” untuk mengingatkan para Founder Startup akan kondisi ekonomi yang tengah terjadi.
Sekaligus juga mengajukan beberapa saran agar Startup dapat selamat dari situasi berat yang mereka akan hadapi.
Dalam dokumen itu SEQUOIA menyebutkan bahwa biaya modal yang lebih mahal dan kondisi ekonomi makro yang kurang pasti menyebabkan investor tidak lebih memprioritaskan pertumbuhan.
Era “grows at all cost” akan segera berakhir. Sinyal di pasar menandakan preferensi yang kuat untuk perusahaan yang dapat menghasilkan uang pada saat ini.
Profitabilitas kembali menjadi seksi………
Maka Startup perlu segera memotong biaya, merampingkan bisnisnya dan menutup usaha-usaha yang tidak menguntungkan.
Sebagian Startup dituntut kembali fokus pada bisnis intinya sebagian lagi harus menyesuaikan dengan landscape pasar yang berubah.
Dalam proses itu pengurangan tenaga kerja kerapkali menjadi pilihan yang tidak bisa dihindari, semua itu harus dilakukan untuk memperpanjang Runway bisnis mereka, sehingga mereka bisa melewati situasi ini dengan selamat.
Harapannya tentu saja suatu saat nanti mereka bisa keluar sebagai pemenang, itu sebabnya Zenius melakukan “PIVOT“.
Pivot dalam bisnis adalah strategi untuk membangkitkan usaha yang lesu akibat penurunan laba maupun rendahnya jumlah produksi sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan pasar. Tindakan ini merupakan suatu perubahan drastis bagi suatu perusahaan, oleh karena itu perlu dipertimbangkan matang-matang
Zenius menggunakan dana 500 miliar yang diperolehnya di bulan Maret tahun 2022 ini untuk mengakuisisi Primagama dalam rangka mengubah layanannya yang tadinya hanya online menjadi Hybrid, konsolidasi dan berbagai penyesuaian pun dilakukan termasuk mengurangi 200 karyawannya.
TaniHub juga PIVOT, memindahkan fokusnya dari bisnis Business to Customer ke Business To Business , konsekuensinya Tanihub harus menutup dua gudangnya dan mengurangi jumlah tenaga kerjanya.
Hal yang sama terjadi pada link aja yang harus melakukan penyesuaian karena biaya akuisisi pelanggan yang kini semakin mahal, karena link aja tidak memiliki Captive market seperti yang dimiliki Gopay, shopeepay atau OVO.
Konsolidasi bisnis yang berdampak pada pengurangan tenaga kerja seperti ini tidak hanya terjadi di dunia Startup, Perusahaan – perusahaan besar yang sudah mapan juga kerap kali melakukannya, itu adalah wujud adaptasi perusahaan yang memang harus dilakukan untuk menjawab dinamika pasar yang senantiasa berubah.
Contohnya adalah Unilever yang bulan April 2022 lalu baru saja mem-PHK ratusan karyawannya, tekanan kondisi makro dan beban operasional perusahaan mengharuskan Unilever untuk mengefisiensikan unit bisnis yang tidak menguntungkan.
Menurut SEQUOIA CAPITAL, proses recovery(pemulihan) akan panjang, kita tidak akan melihat V-Shaped Recovery seperti yang kita bayangkan di awal pandemi, siklus recovery akan memakan waktu dan sulit untuk bisa memprediksi Sampai kapan.
Namun ini bukan berarti “akhir dari startup”. Sebagian pengamat mengatakan ini adalah bentuk cara pasar mengkoreksi valuasi perusahaan Startup yang sudah tidak masuk akal, “The Great Revaluation” begitu istilahnya.
Walaupun ini menyakitkan, situasi ini sebenarnya baik untuk startup. Ini saatnya para Startup “kembali ke jalan yang benar”, tidak hanya fokus mengejar pertumbuhan dengan segala cara.
Investor juga jadi lebih bijak dan tidak terbakar nafsu cari Keuntungan besar dengan cara-cara yang beresiko tinggi.
Saya yakin dari kondisi ini akan lahir Startup – Startup yang lebih sehat lebih kuat dan lebih besar kontribusinya terhadap fundamental ekonomi bangsa, betul bahwa beberapa Startup tidak akan mampu bertahan dan akhirnya tutup. Namun mereka yang berhasil keluar dari kondisi saat ini akan menjadi legenda, menjadi bagian dari solusi dan masa depan.
Layaknya Amazon, Google dan PayPal yang berhasil selamat dari gelembung internet (Internet Bubble) di tahun 2000. Perlu diketahui bahwa tidak semua Startup bergantung pada dana investor Ya….. sebagian Startup memilih untuk menggunakan dana sendiri dan membiayai pertumbuhan menggunakan Keuntungan yang diperoleh sepanjang jalan.
Istilah kerennya adalah “bootstrapping“.
Cara ini memang membuat Startup tidak bisa bertumbuh dengan cepat namun biasanya menjadi lebih sehat dan sang founders punya kebebasan untuk menentukan arah usaha.
Sadari juga bahwa tidak semua investor memainkan “Valuation Game“, ada investor yang mengambil peran sebagai Mitra strategis. Biasanya mereka ini bukan Venture Capital, melainkan perusahaan konvensional yang ingin memperluas produk layanan atau ekosistem bisnisnya.
Mereka berorientasi jangka panjang dan fokus pada penciptaan nilai. Ujungnya ya…….. profitabilitas. Tentu saja permodalan tidak akan hilang, banyak Startup masih akan terus mendapatkan pendanaan seperti yang kita lihat hingga hari ini.
Namun jumlahnya akan berkurang dibandingkan beberapa tahun terakhir, modal tidak lagi menjadi komoditas yang mudah didapatkan. maka enggak salah juga sih….. kalau ada yang bilang bahwa pesta Startup sudah usai.
Karena bagi mereka yang mendirikan startup dengan tujuan untuk mendapatkan uang investor, maka Bersiaplah untuk mati. Tapi bagi Anda yang membangun startup karena percaya bahwa produk atau layanan yang anda buat itu akan menjadi solusi nyata untuk masyarakat, Maka anda selalu punya peluang untuk sukses.
Gairah dan cinta Anda pada apa yang tengah anda perjuangkan itu, menjadi bahan bakar yang akan terus membawa anda menembus berbagai keterbatasan.
Saya tutup Artikel ini dengan sebuah pertanyaan. Siapa yang akan memenangkan pertarungan? dia yang cerdas atau dia yang gila? atau dia yang memiliki semua uang yang ada?
Namun SEQUOIA tampaknya tidak setuju dengan jawaban terakhir, buktinya zappos bisa menang melawan Amazon dalam jualan sepatu online, gordos bisa mengalahkan ubereats.
Menurut SEQUOIA, siapa yang akan memenangkan pertarungan adalah “dia yang paling siap” Saya setuju dengan SEQUOIA, Kalau anda gimana?